
Dan dalam ayat lain berfirman, artinya, “Dan untuk yang demikin itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. al-Muthaffifin: 26)
Allah subhanahu wata’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk
berlomba-lomba dan bersegera dalam mendapatkan Jannah (surga) Nya. Ada
beberapa jalan untuk meraih Jannah, dan di antara jalan-jalan itu adalah
Birrul Walidain (ta’at kepada orang tua).
Cukup
banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang itu. Bahkan dalam
beberapa ayat, Allah subhanahu wata’ala merangkaikan ketaatan kepada
orang tua dengan beribadah kepada-Nya. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,…” (QS. an-Nisa: 36)
Dan juga Dia subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya.” (QS. al-Isra: 23)
Diulang-ulangnya
ayat yang menerangkan berbuat baik kepada orang tua, dan
dirangkaikannya ketaatan kepada keduanya dengan ketaatan kepada Allah
subhanahu wata’ala menunjukkan tentang keutamaan ‘Birrul Walidain’
(berbakti kepada orang tua). Hal ini juga didukung dengan beberapa
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menerangkan tentang
keutamaan ‘Birrul Walidain’, di antaranya adalah apa yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,“Seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bertanya, “Ya
Rasulullah! Siapakah manusia yang paling berhak aku pergauli dengan
baik? “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu”. Dia
bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab, “Ibumu” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu”. Dia bertanya lagi,
“Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“Bapakmu”. (HR. Bukhori kitab al-Adab & Muslim kitab al-Birr wa ash-Shilah)
Dan dalam hadits lain disebutkan, artinya, “Seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta
ijin kepadanya untuk ikut berjihad. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya kepadanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”
Dia menjawab, “Ya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata
kepadanya, “Berjihadlah (dengan berbakti) pada keduanya.” (HR Bukhori kitab al-Adab & Muslim kitab al-Birr wa ash-Shilah)
Keutamaan
‘Birrul Walidain’ yang lain adalah bahwa hal itu merupakan sifat para
Nabi’alaihimussalam. Allah subhanahu wata’ala mengisahkan tentang Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam dalam firman-Nya, artinya, “Ibrahim berkata,
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu
kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam: 47). Juga pujian Allah subhanahu wata’ala kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, artinya, “Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku sebagai seorang yang sombong lagi celaka.”(QS. Maryam: 32 )
Itulah
sirah dan sikap para Nabi ‘alaihimussalam kepada orang tua mereka, dan
jalan mereka itulah jalan yang lurus/ shirathal mustaqim, yang selalu
kita minta dalam setiap shalat kita. Dan inilah salah satu jalan untuk
meraih surga. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa berbuat baik
kepada keduanya bukan berarti kita harus melaksanakan semua perintah
mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya dengan baik, dan ikutlah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman:15)
Sa’ad
bin Waqqoshradhiyallahu ‘anhuberkata, “Diturunkan ayat ini (QS. Luqman:
15) berkaitan dengan masalahku. Dia berkata, “Aku adalah seorang yang
berbakti kepada ibuku, maka tatkala aku masuk Islam, dia berkata, “Wahai
Sa’ad apa yang aku lihat dengan apa yang baru darimu?” “Tinggalkan
agama barumu itu kalau tidak, aku tidak akan makan dan minum sampai aku
mati sehingga kamu dicela dengan sebab kematianku dan kau akan dipanggil
dengan wahai pembunuh ibunya”. Maka aku katakan kepadanya, “Jangan kau
lakukan wahai ibuku, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan agamaku
ini untuk siapa saja”. Maka dia (ibu Sa’ad) diam, tidak makan selama
sehari semalam, maka dia kelihatan sudah payah. Kemudian dia tidak makan
sehari semalam lagi, maka kelihatan semakin payah. Maka tatkala aku
melihatnya aku berkata kepadanya, “Hendaklah kau tahu wahai ibuku,
seandainya kau memiliki seratus nyawa, dan nyawa itu melayang satu demi
satu, maka tidak akan aku tigggalkan agama ini karena apapun juga, maka
kalau kau mau makan makanlah , kalau tidak maka jangan makan”. Lantas
diapun makan.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Allah
subhanahu wata’ala menyediakan balasan/ pahala yang besar bagi siapa
yang taat pada orang tuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, artinya,“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR
Tirmidzi kitab al-Birr wa ash-Shilah, dishahihkan oleh al-Albany). Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah perbuatan yang paling utama?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Iman kepada Allah dan
RasulNya”. “Kemudian apalagi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab, “Berbuat baik kepada Orang tua.” Kemudian apalagi?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Berjuang di jalan Allah.” (HR. Bukhari kitab al-Hajj dan Muslim bab Bayan kaunil iman billah min afdhailil a’mal)
Dan
pahala yang besar ini tidak mudah diperoleh kecuali dengan melaksanakan
kewajiban-kewajiban kepada orang tua kita. Ada beberapa kewajiban kita
terhadap orang tua, di antaranya:
Yang pertama:
Berbuat baik kepada keduanya baik dengan perkataan atau perbuatan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah”, dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(QS: al-Qur’an-Isro: 23)
Yang kedua:
Rendah hati terhadap keduanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
Artinya, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan”. (QS: al-Isro: 24)
Yang ketiga:
Mendoakan keduanya baik semasa hidupnya ataupun sesudah meninggalnya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Dan ucapkanlah, Wahai
Tuhanku kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.” (QS: al-Isro: 24)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila
anak Adam mati maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara:
shodaqoh jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak soleh yang
mendoakannya.” (HR. Muslim kitab al-Washiyyah)
Yang Keempat: Mentaati keduanya dalam kebaikan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu , maka janganlah kamu mengikuti
keduanya , dan pergaulilah keduanya dengan baik”. (QS: Luqman: 15)
Yang Kelima:
Memintakan ampun bagi keduanya sesudah meninggal, yaitu apabila
meninggal dalam keadaan Islam. Allah subhanahu wata’ala berfirman
menceritakan tentang nabi Ibrahim ’alaihissalam Artinya, “Ya Tuhan kami beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab/ kiamat”. (QS Ibrohim: 41)
Juga firman-Nya tentang Nabi Nuh ’alaihissalam, Artinya, “Ya Tuhanku ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS: Nuh: 28)
Yang Keenam:
Melunasi hutangnya dan melaksanakan wasiatnya, selama tidak
bertentangan dengan syari’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membenarkan ucapan seorang wanita yang berpendapat hutang ibunya wajib
dilunasi, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan bahwa
hutang kepada Allah subhanahu wata’ala berupa shaum nadzar lebih berhak
untuk dilunasi.
Yang Ketujuh:
Menyambung tali kekerabatan mereka berdua, seperti: Paman dan bibi dari
kedua belah pihak, kakek dan nenek dari kedua belah pihak. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik hubungan/ silaturahim adalah hubungan/ silaturohim seorang anak dengan teman dekat bapaknya.” (HR. Muslim kitab al-Qur’an-birr wash shilah).
Yang Kedelapan:
Memuliakan teman-teman mereka berdua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam memuliakan teman-teman istrinya tercinta Khadijah radhiyallahu
‘anha, maka kita muliakan pula teman-teman istri kita. Dan teman-teman
orang tua kita lebih berhak kita muliakan, karena di dalamnya ada
penghormatan kepada orang tua kita.
Semoga
Allah subhanahu wata’ala tidak menjadikan kita semua termasuk
orang-orang yang mendapati masa tua orang tuanya, namun kita tidak bisa
berbuat baik kepadanya, karena berbakti kepada keduanya adalah salah
satu jalan untuk meraih surga.
(disarikan dari beberapa ferensi, oleh: Ust. Ahmad Fadhilah Mubarak)