Apakah
Anda ingin melakukan proses perubahan menuju kehidupan yang lebih baik?
Melakukan perubahan perilaku (behavior change) agar Anda tumbuh menjadi
pribadi yang sukses nan sejahtera? Atau mungkin Anda pengin melakukan
proses perubahan agar kinerja perusahaan dan organisasi Anda menjadi
lebih kinclong. Melakukan proses “organizational change” yang berhasil?
Tema
tentang perubahan – baik dalam ranah personal ataupun organisasional –
telah lama menjadi topik hangat dalam jagat manajemen. Cuma sialnya,
banyak inisiatif perubahan (change management) yang gagal dan nyungsep
di tengah jalan, dan kemudian kandas. Mengapa bisa seperti ini?
Dan
apa yang mestinya didekap erat manakala kita hendak melakukan proses
perubahan yang berhasil – baik pada level personal ataupun
organizational?
Sejumlah
pakar perilaku (behavioral expert) menyebut proses perubahan acap
menjadi tidak efektif lantaran diawali dengan pendekatan weakness-based orientation.
Sering juga disebut sebagai problem-based orientation. Maksudnya begini
: inisiatif perubahan diawali dengan premis bahwa ada yang “salah”
dalam diri kita atau organisasi kita. Bahwa diri kita atau organisasi
kita memiliki banyak kekurangan (weakness) dan problem.
Untuk
itulah kemudian kita melakukan serangkaian action untuk “mengobati”
kelemahan itu, atau juga untuk mengobati problem yang begitu banyak
muncul di organisasi/perusahaan kita.
Pendekatan
problem-based atau weakness-based ini begitu merasuk dalam wacana
manajemen selama ini. Begitulah kita lalu mengenai ilmu problem solving
skills, atau competency gap analysis, atau juga beragam metode untuk
menganalisa akar masalah (root cause problem analysis). Semua metode ini
berangkat dari premis yang tadi itu : bahwa ada “kekurangan”,
“penyakit” atau “problem” dalam diri kita atau organisasi kita, dan kita
harus mengobatinya.
Dan
aha, sejumlah studi menunjukkan bahwa pendekatan semacam itu acapkali
tidak efektif dalam membawa keunggulan kinerja. Sebabnya sederhana :
pendekatan tersebut dengan mudah mendorong kita untuk terjebak dalam
negative mindset and culture. Kita menghabiskan energi yang begitu
banyak dan melelahkan untuk hanya berkutat pada kekurangan, pada
kelemahan, pada problem (masalah) yang seolah-olah tak pernah kunjung
selesai.
Pendekatan
yang beorientasi pada problem dan weakness-based itu dengan mudah juga
akan membawa kultur pesimisme dan men-discourage semangat kita atau
anggota tim. Kita atau anggota tim pesimis sebab seolah-olah kita
memiliki begitu banyak kelemahan, dan organisasi kita penuh dengan
problem/masalah. Dalam situasi ini, kita dengan mudah kehilangan
inspirasi dan motivasi.
Itulah
kenapa kini muncul pendekatan yang secara radikal berbeda dengan
pendekatan diatas. Pendekatan baru ini acap disebut sebagai strenghts-based orientation.
Prinsip dasar dari pendekatan ini adalah : kita akan berhasil menuju ke
arah yang lebih baik, jika inisiatif perubahan itu bertumpu pada
kekuatan yang telah kita miliki saat ini. Kuncinya adalah ini :focus on your positive strenghts.
Jadi
alih-alih menghabiskan energi untuk berfokus pada kekurangan (ingat :
competency gap analysis) atau pada problem organisasi, kita justru harus
mencari elemen kekuatan yang telah ada pada diri kita, atau elemen
positif yang telah hadir inside our organization. Alih-alih menggunakan
bahasa “root cause of problem”, kita harus menggunakan frasa “root cause
of success” untuk melacak kisah keberhasilan yang pasti sudah pernah
ada dalam organisasi kita.
Konkritnya
: alih-alih meratapi kelemahan diri Anda terus menerus, mengapa tidak
mengingat apa kira-kira kekuatan (strenghts) yang ada dalam diri Anda,
atau pengalaman positif yang pernah Anda miliki (pasti dong Anda punya
kelebihan atau pengalaman positif). Nah, studi menunjukkan bahwa kinerja
individual akan jauh melesat jika kemudian “poin-poin positive” yang
sudah ada itu terus diakumulasi, diduplikasi dan terus dimekarkan menuju
titik yang optimal.
Dalam
konteks organisasi, hal itu juga berlaku. Alih-alih sibuk mendiagnosa
problem yang ada dalam organissasi/perusahaan, dan kemudian lelah
mengobatinya, maka energi kita justru harus diarahkan untuk menggali
“momen-momen positif” atau “fitur kekuatan” yang telah ada dalam
organisasi. Lalu ciptakan serangkaian tindakan untuk menduplikasi “momen
positif” tersebut, dan terus tumbuhkan fitur kekuatan yang telah ada
menuju ke level yang makin maksimal.
Secara
ekstrem pendekatan ini mau mengatakan hal seperti ini : forget your
weakness/problems, and just focus on your strenghts/positive
expectations. Find your positive areas and discover your bright spots.
Dan ajaibnya, beragam studi menunjukkan premis semacam itu ternyata
telah berhasil mengubah banyak individu dan organisasi melesat menjadi
lebih sukses.
Jadi mulai hari ini, jika Anda ingin menjadi pribadi yang lebih sukses, selalu ingatlah kalimat ini :always, and always focus on your bright spots.
Sumber: http://strategimanajemen.net/2011/01/31/anda-ingin-berubah-menjadi-pribadi-yang-lebih-sukses-read-this-story/