
Jatuh
cinta tidak hanya dimiliki anak-anak muda. Orang tuapun bisa mengalaminya,
bahkan saat sudah berusia lanjut usia. Tidak memandang usia dan jenis kelamin,
jatuh cinta bisa melanda siapa saja yang menyediakan diri untuk mengalaminya.
Jika anda termasuk orang yang menyediakan diri untuk jatuh cinta –apalagi
berulang kali—pertimbangkan masak-masak kondisinya. Paradoks, dan seringkali
tidak produktif.
Ceria,
Namun Gelisah
Orang
yang tengah mengalami jatuh cinta mendapatkan hati yang ceria dan
berbunga-bunga. Namun pada saat yang sama, sering merasakan kegelisahan.
Gundah, galau. Khawatir ditinggalkan, tidak sabar ingin segera bertemu, gelisah
jika lama tak berjumpa. Penampilannya tampak berbeda, lebih rapi, dan lebih
memperhatikan pakaian atau dandanan, termasuk asesorisnya. Namun sangat mudah
dilanda perasaan gelisah dan resah. Tampak seperti orang bingung.
Ingin
Selalu Bertemu, Namun Mau Apa?
Orang
boros pulsa adalah orang yang sedang jatuh cinta. Telepon, SMS, chatting, dan
berbagai sarana komunikasi lainnya. Pulsa membengkak tidak terasa. Itu adalah
manifestasi perasaan ingin selalu bertemu, namun setelah bertemu bingung pula,
mau melakukan apa? Ngobrol, sudah habis bahannya. Bohong, sudah sangat sering
dilakukan. Akhirnya berjalan “ngalor ngidul”, bicara ngelantur, yang penting
selalu bertemu atau mendengar suaranya.
Penderitaan
Jatuh Cinta
Sebuah
tembang Jawa, telah memberikan gambaran yang tepat akan penderitaan orang-orang
yang sedang dilanda kasmaran. Wuyung, judul lagu tersebut,
maknanya adalah jatuh cinta.
Laraning
lara / Ora kaya wong kang nandhang wuyung / Mangan ora doyan / Ora jenak dolan,
neng omah bingung / Mung kudu weruh / woting ati duh kusuma ayu / Apa ora
trenyuh / sawangen iki awakku sing kuru / Klapa mudha leganana nggonku nandhang
branta / Witing pari dimen mari nggonku lara ati / Aduh nyawa / Duh duh kusuma
/ Apa ora krasa apa pancen tega / Mbok mbalung janur / Paring usada mring kang
nandhang wuyung….
Jika
diterjemahkan secara bebas, maka kurang lebih maknanya seperti ini.
Sakitnya
sakit / tidak seperti orang yang sedang jatuh cinta / makan terasa tidak enak /
bepergian tidak nyaman, di rumah juga bingung / hanya ingin selalu melihat si
tambatan hati / duhai bunga yang cantik / apa kamu tidak sedih / lihatlah
badanku yang kurus ini / legakan perasaanku yang sedang kasmaran / biar sembuh
sakit hatiku / aduh jiwaku / wahai bunga / apakah kamu tidak merasa, atau
memang tega / berilah obat kepada yang aku sedang kasmaran….
Sakitnya
Sakit, Itulah Jatuh Cinta
Sakitnya
sakit, tidak ada yang lebih sakit daripada orang yang jatuh cinta. Begitu
penggal pertama lagu tersebut. Luar biasa mengharu biru cara mengungkapkannya.
Jatuh cinta justru dikatakan sebagai sakit yang paling sakit. Beberapa kalangan
pujangga menyebutkan jatuh cinta itu adalah derita tanpa akhir. Makan tidak
enak, tidur tidak nyenyak, bepergian tidak nyaman, di rumah pun bingung.
Seorang
ulama, Ibnul Qayyim al-Jauzy menyatakan, “Jika engkau ingin tahu tentang
siksaan pemburu dunia, maka renungkanlah keadaan orang yang sedang didera rasa
cinta“. Hal ini menggambarkan, betapa para pemburu kenikmatan dunia justru
berada dalam kondisi yang kontradiktif, karena jatuh cinta justru membuat
mereka menjadi sakit.
Seorang
penyair mengungkapkan :
Tidakkah
di dunia ini ada orang yang lebih menderita dari pencinta / Meski ia
mendapatkan cinta ini manis rasanya / Engkau lihat ia selalu menangis pada setiap
keadaan / Karena takut berpisah, atau takut karena rindu mendalam / Ia menangis
jika berjauhan, sebab didera kerinduan / Ia menangis pula saat berdekatan,
sebab takut perpisahan / Air matanya mengalir saat bertemu / Air matanya
mengalir saat berpisah.
Luar
biasa penderitaan dan sakit yang muncul karena jatuh cinta. Ungkapan penyair
tersebut memperkuat “laraning lara” dalam lagu Wuyung. Coba perhatikan
penggalan kalimat penyair ini, “Air matanya mengalir saat bertemu / Air
matanya mengalir saat berpisah”.
Maka,
hati-hati menjaga hati. Jangan cepat jatuh cinta. Jangan cepat terpedaya.
Bentengi diri dengan iman yang kuat. Jaga diri dengan akhlak mulia. Jaga
interaksi agar tidak membawa derita.
Oleh: Cahyadi Takariawan