Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar ”. (QS.Al-baqarah :153)
Sayangnya, seringkali kita salah dalam memaknai kesabaran.
Kesabaran sering kita bawa ke dalam perspektif yang justru negatif. Sabar
menjadi sangat samar karena bercampur dengan sikap terpaksa. Sabar yang model
terpaksa begini tidak akan mendekatkan kita pada kemudahan dan jalan keluar.
Sabar versi terpaksa begini tidak akan menurunkan tensi emosional saat
mengalami hantaman. Kita hanya menahan jasad untuk tidak melakukan reaksi
negatif, sementara batin kita dibiarkan terus bergejolak. Seperti bom waktu, ia
bisa meledak kapan saja. Dan ledakannya bisa jadi
lebih dahsyat.
Mari kita membuka ulang definisi sabar sebagaimana Allah dan
RasulNya mengajarkan kepada kita. Kesabaran berikut inilah yang akan memberikan
kontribusi solutif dan produktif dalam hidup kita.
1. Sabar itu mengalihkan pandangan ke akhirat.
Sangat susah untuk mengatakan sabar kita bersih dari
keterpaksaan kalau dipikiran kita sama sekali tidak ada tujuan kebaikan akhirat.
Inilah definisi sabar paling penting yang harus kita pegang kuat- kuat.
Dalam hidup ini, pandangan kita hanya memiliki dua arah. Yaitu
arah dunia dan arah akhirat. Suatu saat kita dominan menatap dunia. Suatu saat
sebaliknya. Ketika kita memandang ke arah dunia, kemudian menemukan kepahitan
di sana, maka kita punya kesempatan mengalihkan pandangan ke arah akhirat.
Berusaha membayangkan betapa Allah menjanjikan limpahan karunia atas kepahitan
yang menimpa kita di dunia.
Orang-orang yang tak menyeriusi akhirat, akan sangat susah
merasakan nikmatnya bersabar. Ia tak punya pilihan, kemana dan kepada siapa
harapannya akan disandarkan. Yang dia punya hanya pandangan dunia bahwa
urusannya harus selesai. Selama menunggu selesainya urusan itulah dia berada
dalam keterpaksaan.
Padahal kalau mau menatap ke akhirat, mau merubah tujuannya
menjadi berharap ridha Allah, pasti dia akan menikmati kesabarannya.
2. Sabar itu menahan diri
Salah satu definisi sabar, adalah menahan diri dalam merespon
sesuatu. Saat anda merasa didzalimi oleh seseorang, Anda mampu mengambil jeda
menyusun “akal sehat” dan menata respon apa yang terbaik yang akan anda
lakukan. Misalkan di musim hujan begini, bagi kita para pengendara motor sangat
besar potensi “disakiti”. Biasanya kita didahului motor yang melaju kencang
dari belakang, dan airnya terciprat membasahi sekujur tubuh kita.
Si orang itu cuek dan tak sedikitpun meminta maaf. Pilihan ada
pada kita, mengejar dan mengatai dia. Atau memilih menunda respon. Nah, dalam
kondisi seperti ini, bersabar dengan menunda respon adalah definisi yang tepat.
Dengan menahan diri sejenak, kita dapat menyusun persepsi-persepsi positif yang
mambuat kita tidak terbawa ke dalam kondisi konflik yang sama-sama tak
menguntungkan.
Misalnya, kita pikirkan saja bahwa orang yang melaju kencang itu
sedang ada keperluan mendesak, istri sakit atau tak tahan buang hajat.
Kecerdesan menahan diri untuk memberi respon ini akan sangat
menguntungkan kita dalam menjalani hidup. Setiap tindakan yang kita lakukan
dipastikan sangat berkualitas karena telah melalui proses pertimbangan yang
matang. Kesabaran dengan menahan diri akan menghasilkan solusi. Kesabaran
menunda respon inilah yang dilakukan para rasul Allah ketika didera siksaan
oleh ummatnya , “Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal
Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar
terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah
saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri ” (QS. Ibrahim: 10)
3. Sabar itu bergerak
Perkataan “kesabaran saya sudah habis” muncul karena memahami sabar
adalah bersikap pasif. Sabar dianggap nrimo. Padahal sabar itu aktif.
Sabar itu bergerak. Sabar itu berani menerobos tantangan. Sabar itu teguh
menjalani proses. Sabar itu berani melawan demi keadilan. Sabar bukan diam
ketika didzalimi. Sabar seperti inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah dan
para sahabatnya,
“ Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah
karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak
(pula) menyerah (kepada musuh).Allah menyukai orang-orang yang sabar.(QS. Ali
Imran:146)
Lihatlah, Rasulullah berperang, beliau bergerak melawan
kedzaliman. Dan justru dari situlah Allah menggolongkan mereka ke dalam
orang-orang yang sabar. Yaitu ketika mereka memberanikan diri menghadapi
kesulitan kemudian tetap tegar didalamnya.
Maka dalam kehidupan keseharian kita, tidak ada alasan untuk
tidak bergerak dengan dalih sabar menerima keadaan. Setiap manusia diberikan
kewenangan menentukan jalan hidupnya.
Kemudahan itu memang kadang datang sendiri. Tapi juga tak sedikit,
kemudahan-kemudahan yang Allah sediakan dengan cara harus dicapai melalui
upaya, perjuangan, serta tetesan keringat dan air mata.
4. Sabar itu khusyuk
Kenikmatan bersabar itu hanya bisa dirasakan oleh orang-orang
yang khusyuk. Sebagaimana Firman Allah, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu ’,” (QS. Al-Baqarah : 45)
Pertanyaannya, seperti apakah khusyuk itu? Menurut penulis,
salah satu tanda shalat kita khusyuk adalah ketika kita mampu menyelaraskan
jasad dan pikiran dalam satu tempat. Saat kita shalat, jasad kita kondisinya
menghadap kepada Allah. Maka untuk khusyuk, pikiranpun juga harus mengikuti
aktivitas jasad, yaitu merasa menghadap kepada Allah. Kita tidak akan khusyuk,
kalau jasad dan pikiran tidak menyatu dalam satu kondisi.
Shalat kita tidak khusyuk, ketika jasad sedang menghadap Allah
tapi pikiran sedang tawar-menawar HP baru di pusat pertokoan elektronik.
Nah, dengan definisi menyatukan jasad dan pikiran dalam suatu
keadaan, maka khusyuk menjadi selaras dengan sabar. Demikian pula dalam
aktivitas lain selain shalat, kita akan bisa bersabar ketika bisa khusyuk,
yaitu mampu menyatukan jasad dan pikiran dalam suatu keadaan.
Kebanyakan kita tidak bersabar, karena kita disibukkan memikirkan
hal-hal di luar aktifitas yang kita lakukan saat itu. Katakanlah kita sedang
akan menghadiri undangan seorang teman. Waktu sudah sangat mepet. Ternyata
istri kita masih sibuk berdandan dan melakukan urusan yang menurut kita tidak
penting dan mengakibatkan terjadi keterlambatan. Dijamin kita tidak akan sabar,
kalau pikiran dan jasad kita terpisah dalam dua tempat. Jasad kita masih di
rumah, sedang pikiran kita sudah berada di acara teman kita. Pikiran kita sibuk
membayangkan kekecewaan teman kita, sibuk membayangkan bagaimana harus minta
maaf dan lain sebagainya. Akibatnya kita akan tertekan kemudian memaksa dan
memarahi istri kita. Berbeda kalau kita mau menarik kembali pikiran kita yang
ada di acara teman kita itu. Dan sejenak menyatukan jasad dan fikiran di rumah.
Menikmati proses menunggu istri yang sibuk berdandan. Kita mungkin bisa menyalakan
tilawah, nasyid/lagu kesayangan kita dan menikmatinya. Kita mungkin akan ikut
memberi saran baju apa yang pas dipakai istri. Menyatukan fisik dan pikiran
dalam satu tempat, membuat kita lebih bisa bersabar.
5. Sabar itu menikmati proses
Ada saatnya kita perlu menutup bayangan- bayangan hidup yang
ingin kita raih dan memilih secara sadar untuk menikmati proses yang kita
jalani. Hiduplah untuk hari ini dan nikmatilah proses-proses yang Anda jalani.
Sekali lagi “ nikmatilah”. Menikmati proses akan membuat
kita mencintai proses yang kita jalani. Sedang mencintai proses tersebut, akan
membuat kita berusaha mempersembahkan hasil yang terbaik.
Kadang ketakutan terhadap hasil akhir membuat kita tidak sabar
menjalani hidup. Kita menjadi tergesa-gesa, bingung mau memulai darimana,
merasa terbebani, dan akhirnya tidak sabar.
Maka selesaikanlah setiap proses tahap demi tahap tanpa
terbebani oleh hasil akhir. Lakukanlah proses itu dengan sungguh-sungguh dan
perasaan menikmati sebagaimana Allah firmankan dalam surat Al-Insyirah ayat ke
7, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlahdengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain ”.
Bagaimana dengan hasil akhirnya. Adapun hasil akhir, di akhir
Surat Al-Insyirah tersebut, kita diberi tahu kemana seharusnya menyandarkan
hasil akhir. “dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS.
Al-Insyirah : 8)
Walau tidak mudah, kita pasti punya kemampuan untuk bersabar
seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan sabar itulah kita akan menghadapi
kehidupan ini dengan sukses.
Wallohu A’lam Bisshowab